Musisi 70-an dalam Sejarah Musik di Tanah Air
MH. Alfie Syahrine
Kugiran Musik pada Jaman Orde Lama
Pada saat Bung Karna masih memegang
jabatan sebagai Presiden RI terkesan ada kecenderungan memakai nama
Indonesia untuk kugiran lokal saat itu dikarenakan mungkin mereka takut
pada penguasa Orde Lama yang saat itu sangat anti Barat terutama pada
periode tahun 1950-an hingga menjelang akhir 60-an, maka dapat dilihat
nama nama band yang ada asli menggunakan nama Indonesia seperti ; Band
Panca Nada, Band Arulan, Orkes Bayu, Band Zaenal Combo, Orkes Suita
Rama, Orkes Simanalagi, Orkes Gaya Remaja, Orkes Irama Nada, Orkes Nada
Kentjana, Orkes Prima Nada, Orkes Tjandra Kirana,Orkes Seni Maya, Orkes
Mustika Rama,Orkes Sahabat Lama, Orkes Suwita Rama, Band Eka Sapta, Band
Ayodhia, Band Medenasz, Orkes Rachman A, Band Diselina, Band Quarta Nada,
Band Bina Ria dll hingga awal kedatangan era Orba dengan bermunculannya
band-band seperti : Band Parwita Junior,Band Aria,Band
Aria Junior, Band Darma Putra Kostrad, Band Elektrika,The Memory, De
Prinz, The Brims (Brimoresta), D’Hand,The’Matador, Band Halpers, Koes Plus,
Pandjaitan Bersaudara, Usman Bersaudara atau Kembar Group. No
Koes, Madesya Group, Ivo’s Group, Band Vista, Band D’Mecy , The Rhythm Boy’s dll.
Musik cadas pada era 1970-an memang tidak terpisahkan dari fenomena
munculnya kugiran musik anak-anak muda selepas tumbangnya Orde Lama,
pintu modernisasi dibuka lebar- lebar oleh rezim Orde Baru dan orientasi
musik anak-anak muda kita mulai kearah Barat yang banyak membawakan
musik cadas terutama dari Inggris yang merupakan sarang dan
barometernya musik cadas dunia saat itu yang mana di era Orde Lama musik
macam ini sangat dilarang keras oleh Presiden Soekarno karena dianggap
musik barat tidak sesuai budaya bangsa Indonesia, sehingga semua yang
berbau rock’n roll harus diritul/ diberangus sebagai contoh Koes
Bersaudara saja kena kebijakan anti Barat itu dikarenakan mereka
menyanyi dengan gaya The Beatles yang mana mereka dijebloskan ke hotel
prodeo yaitu penjara Glodok. Setelah Bung Karno tidak lagi menjabat
sebagai presiden maka segera saja bermunculan kugiran kugiran yang
meniru kugiran musik cadas dari luar negeri.
AKA Group, Kugiran Cadas Sangar Papan Atas Yang Paling Disegani
Penggunaan Nama- Nama Kugiran Cadas Indonesia Dekade 1970-an
Dalam blantika musik Indonesia, khususnya
untuk nama kugiran biasanya dianggap penting, karena mempunyai arti
simbolis serta sekaligus dapat mencerminkan jenis musik yang dimainkan.
Selain itu, nama biasanya menandakan kugiran musik itu dilahirkan pada
periode tertentu. Dekade 1970-an sedang gencar-gencarnya muncul
gelombang musik cadas maka kugiran kugiran cadas-pun bermunculan di
Indonesia dengan nama yang tidak meng-Indonesia lagi sesuai trend yang
ada di Barat.
Nama-nama kugiran cadas Indonesia dekade
1970-an umumnya menggunakan bahasa Inggris karena penggunaan bahasa
Indonesia untuk nama kugiran cadas di negeri ini sering dianggap “culun”
atau “udik” alias kampungan. Para pemusik lebih sering memberi nama
kugiran-nya dengan nama bahasa Inggris. Mereka beranggapan dengan nama
“cas-cis-cus” itu untuk nama kugiran musiknya akan terkesan lebih garang
dan mentereng seperti kugiran Suprkid dengan master andalannya Deddy
Sutansyah dimana kemudian namanya-pun dia ubah pula menjadi Deddy
Stanzah.
Mereka inilah generasi pertama pemusik
cadas Indonesia yang penuh bakat dan inovatif, disamping itu mereka-pun
di besarkan namanya oleh Majalah Aktuil yang sejak era 1967-an
mengkhususkan diri sebagai pioneer majalah musik dan gaya hidup remaja
perkotaan itu .Banyak kugiran saat itu yang muncul antara lain: Giant Step, Freedom of
Rhapsodia, Bentoel & Mickey Michael Merkelbach The Rollies, The
Rhythm Kings,Golden Wings, C’Blues, God Bless, Young Gipsy, AKA, SAS, The
Templars, Superkid, Freedom, Shark Move, Menstril’s, Great Session, The
Amateur, Destroyer, Lime Stone, Voodoo Child, Mama Clan’s, Freemen, Reg
Time, Silver Train, Free Men, Black Spades, Ireka, The Rhadows, Chekinks,
Equator Child, Double Zero, Ternchem Stallion, Lizard, Paramour, Big
Brothers, ODALF, Sea Men, Fancy, Zonk, Savoy Rhythm, Provist (Progressive
Student), Diablo Band, The Players, Happiness, Thippiest, Comets, DD
(Djogo Dolok), Jack C’llons, C’Blues, Memphis (yang kemudian menjadi Man
Face), Delimas, Bani Adam Band, G’Brill, Batu Karang, Red&White,
Topics & Company, The Rollies, Philosophy Gang Of Harry Roesli,
Paramour, Finishing Touch, Freedom , Lizard, Big Brothers, Brotherhood, Speed King, Oegle Eyes dll.
Go International
Anehnya walaupun dengan perangkat sound
system dan kapasitas studio yang masih serba minim namun di era 1970-an
banyak lagu-lagu dari kugiran cadas Indonesia saat itu yang dapat
melampaui lintas batas negara atau istilah kerennya Go International
padahal saat itu teknologi dunia rekaman kita masih pas-pasan “cuma 4
track doang” kata anak- anak band saat itu tetapi berbekal semangat dan
bakat alam yang kuat mereka dapat mencipta dan menyanyikan lagu-lagu
versi Inggris dengan sangat baik, dan salutnya lagi, lagu-lagu versi
Inggris mereka banyak disukai di luar negeri bahkan hingga masuk Top Ten
Terbaik di BBC ataupun ABC seperti AKA, SAS, dan Rollies ataupun Silver
Train dimana lagu-lagu mereka sempat bertengger pada Top Ten Radio
Australia.
SAS, Lagu Mereka Pernah Go Intenational
Pertunjukan musik cadas pada era awal 1970-an hingga tahun 1976 sangat
mendatangkan keuntungan dan para musisi beraliran hangar binger itu,
mereka mengalami masa keemasan saat itu .Banyak gadis yang tergila-gila
pada mereka dan menjadi groupist kemana mereka show selalu diikuti. Sejak
kehadiran musik cadas di percaturan musik negeri ini, pertunjukan
mereka selalu dibanjiri oleh penonton dan mengundang sambutan
gegap-gempita di setiap kota bahkan di pelosok pelosok di seantero
Indonesia.
Ucok (AKA) yang Selalu Sensasional !
Media yang Menopang Kejayaan Musik Cadas
Memang saat itu tidak dapat dipungkiri
bahwa musik panggunglah yang merupakan arena yang paling berhasil
memasyarakatkan musik cadas di Tanah Air ini di samping radio-radio dan
majalah seperti Aktuil., Junior, Plamboyan, Varia Nada dan TOP serta
beberapa majalah musik musiman yang tidak begitu dikenal ikut pula
meramaikan masa kejayaan musik cadas di Tanah Air namun yang menjadi
rujukan bagi anak anak muda saat itu hanya majalah Aktuil dan TOP karena
kedua majalah musik ini memiliki banyak wartawan yang berkaliber
raksasa yang mana setiap tulisan maupun reportase-nya selalu menarik dan
ditunggu-tunggu oleh para kawula muda penggila musik cadas saat itu.
Majalah Aktuil
Aktuil memiliki Denny Sabrie, Remy Silado, Bens Leo, Iphik Tanoyo, Zan
Zappa, Buyung dll sedangkan TOP memiliki Theodore KS, Daniel Alexy,
Martha Boerhan, Zainuddin Tamir Koto (Zatako), Robbani Bawi dll.
Persaingan antara kedua majalah musik inipun sangat luar biasa dimana
mereka banyak memberikan bonus sticker maupun poster yang wah dan sudah
jelas membuat remaja penggila musik cadas saat itu tidak sayang
mengeluarkan uang dari kocek mereka kedua majalah itu wajib dimiliki
oleh para remaja penggila musik cadas saat itu.
Tempat Tempat Pertunjukan Musik Cadas Di Era Tahun 1970-an
Untuk tempat pertunjukan di Jakarta, Theater Terbuka TIM, Taman Ria Monas dan Istora serta Stadiun Utama Senayan (untuk pertunjukan Deep Purple tanggal 4 & 5 Desember 1975) menjadi tempat
favourite anak-anak muda yang paling sering didatangi untuk pertunjukan
musik cadas karena harga tiketnya murah meriah yang mana dapat
terjangkau oleh kocek mereka yang rata rata masih duduk dibangku SMA dan
Perguruan Tinggi sedangkan Convention Hall (Balai Sidang)
menurut mereka itu merupakan tempat kaum borju yang tidak sesuai dengan
semangat dan jiwa cadas serta kocek mereka!.
Sedangkan di Bandung ada Gelora Saparua, Lapangan Tegal Lega dan Gedung Merdeka
menjadi tempat paling sering untuk pertunjukan musik cadas saat itu
sedangkan untuk kugiran musik mungkin Bandunglah tempatnya karena disana
ada seabreg kugiran antara lain Savoy Rhythm, Provist (Progressive
Student), Diablo Band, The Players, Happiness, Thippiest, Comets, DD
(Djogo Dolok), Jack C’llons, C’Blues, Memphis (yang kemudian menjadi Man
Face), Delimas, Rhapsodia, Batu Karang, The Peels, Shark Move,
Red&White, Topics & Company, The Rollies, Philosophy Gang Of
Harry Roesli, Giant Step, Paramour, Finishing Touch, Freedom ,Lizard,
Big Brothers dan masih banyak lagi.Banyak dari mereka yang sukses
bahkan bertahan namun tidak sedikit yang bertumbangan ditengah jalan dan
ada pula para vokalisnya yang dapat bertahan tetapi berganti genre
musiknya bahkan ke Dangdut seperti Jajat Paramour.
Sementara Medan memiliki Stadion Teladan, Wisma Ria ataupun Taman Ria dengan kugiran cadas-nya seperti Rhythm Kings, Minstreals,The Great Session, The Foxus, Amateur, The Rag Time, Six Men, Grave Men, Copa Tone, Bhineka Nada, Black Spades dan Destroyer, disamping itu tentu saja masih ada banyak kugiran cadas lainnya yang dahsyat seperti Freemen .
Sedangkan kota Solo dijuluki sebagai kota
ketiga di Indonesia memiliki Stadion Manahan untuk tempat perhelatan
musik cadas saat itu. Untuk kugiran musik dijumpai sederet nama yang
patut dikedepankan, misalnya Yap Brothers, Tercnhem, Ayodhia, Scorless dan Fair Stone. Dari
sekian nama tersebut ada beberapa yang berhasil beken, namun ada pula
yang terlanjur “tewas”. Setelah Yap Brothers hijrah ke Jakarta, Tercnhem
dan Ayodhia pun sekarat, dan Scorless tidak lama kemudian bubar !.
Sedangkan Semarang pada dekade 1970-an
merupakan sentral hingar bingarnya musik cadas di Jawa Tengah. Musik di
Semarang dilanda trend musik cadas ala Deep Purple, Led Zeppelin, dan sebagainya. Ada tiga nama kugiran musik yang cukup disegani keberadaannya yaitu, Mama Clan’s, Dragon, dan Fanny’s. Mama Clan’s,
kugiran semarang yang satu ini tidak hanya berkiprah di kota asalnya,
tetapi juga mampu menaklukkan penonton di kota Kembang Bandung yang
dikenal sebagai gudangnya kugiran cadas pada dekade 1970-an. Mama Clan’s
bahkan juga mampu menawan hati publik Jakarta dengan manggung di Taman
Ria Monas tanggal 20 Oktober 1973. Kugiran dari Semarang lainnya bernama
Spider, tetapi entah kenapa berubah bernama menjadi Voodoo Child ketika ikut perhelatan musik “Pesta Kemarau 75” di Bandung.
Surabaya memiliki segudang kugiran cadas
diera 70-an. Musik AKA merupakan kugiran cadas yang lahir dari kota ini
dan dianggap sebagai pelopor musik underground di Indonesia. AKA juga
mengusung aksi-aksi panggung yang tidak lazim dipertunjukan ketika itu,
karena menampilkan aksi peti mati dan tiang gantungan. kugiran dan
pemusik lainnya yang terbentuk di kota yang sama, meliputi AKA, Oorzaak, Yeah Yeah Boys, Lemon Tree’s, D’Hand, Gembels dan Rock Trikel serta SAS dll.
Sedangkan kota Malang hanya memiliki sedikit kugiran musik yang eksis pada waktu itu, antara lain: Irama Abadi, Bentoel, Opet, Zodiak dan Swita Irama.
Hampir semua kugiran itu adalah kugiran musik perusahaan atau yang
dibentuk dan didanai oleh instansi atau lembaga tertentu. Sama seperti
di Semarang terbentuknya kugiran musik di Malang pada zaman Orde Lama
biasanya bermula dari band sekolah. Tidak seperti di Jakarta, atau
Surabaya banyak anak-anak muda Malang ingin bermain musik namun tidak
mempunyai alat-alat yang cukup karena harganya mahal. Akhirnya band bisa
terbentuk dan manggung setelah didanai oleh suatu perusahaan besar.
Nama-nama band yang muncul pun mengikuti nama perusahaan sponsor,
seperti band Bentoel. Double Zero dari nama perusahaan rokok Orong Orong
dll. Kota Malang pernah dianggap sebagai barometer musik cadas di Jawa
Timur, bahkan di Indonesia. Mayoritas warga Malang pada dekade 1970
menggemari musik cadas seperti Deep Purple dan Rolling Stone.
Pernah ada suatu angket yang dibuat radio-radio amatir waktu itu dan
memang kebanyakan kawula muda di kota Malang menggemari musik cadas
sampai keakar akarnya dan hebatnya lagi hal itu masih berlanjut dari
generasi ke generasi hingga saat ini.
Tidak Ada Satupun Lagu Indonesia Di Atas Penta
Bila kugiran cadas sedang manggung mereka
sekan-akan Inggris-lah bahasa mereka sehari-hari karena semua lagu yang
mereka nyanyikan berbahasa Inggris dimana mereka dapat dengan fasihnya
menyanyikan lagu-lagu seperti dari; Deep Purple, Jefferson
Airplane, Ten Years After, Moody Blues, Camel, Rainbow, Nazareth, Rush,
Gentle Giant, Black Sabbath, King Ping Meh, Genesis, Led Zeppelin,
Kansas, Yes, King Crimson, Iron Butterfly, Rainbow, Judas Priest, Uriah Heep,
Man Fred Man Earth Band, Rick Wakeman, Johny Winter, Edger
Winter, BS & T (Blood Sweat & Tears), Chicago, ELP, Santana, Tower of
Power, Jetro Thull, Rolling Stones, STYX, Jimmy Hendrix, Frank Zappa, Rick
Wakeman dll .
Mengapa Mereka dijuluki Superstar ?
Aksi panggung memegang peranan yang
penting bagi kesuksesan pementasan musik cadas di era taun 1970-an. Gaya
panggung musik cadas di Indonesia sudah meniru kugiran musik dari Barat
sejak kemunculannya pada akhir dekade 1960-an. Meskipun secara musikal
suatu kugiran musik cadas tergolong berhasil dalam pementasan, tetapi
apabila tidak didukung dengan aksi panggung yang memadai maka kugiran
tersebut akan terlihat atau terkesan “culun” alias kampungan .Aksi
panggung bagi suatu kugiran cadas saat itu sangat perlu diperhatikan
agar permainannya tidak kelihatan “katro”.
Selain itu ekspresi wajah juga harus
dapat menggambarkan keadaan tema serta karakteristik lagu. Melalui aksi
panggung yang ”uedyan” juga akan dapat menutupi kesalahan-kesalahan atau
kekurangan yang terjadi dalam penyajian musiknya. Aksi sensasi di
panggung merupakan salah satu hal yang penting dalam pertunjukan musik
cadas dan sensasinya terkadang dapat mendongkrak popularitas dari
pemusik itu sendiri.
Sebagai sebuah bentuk seni pertunjukan,
pertunjukan musik cadas memiliki gaya aksi tersendiri. Kebebasan dalam
bermain musik yang bercorak keras terlihat ”menabrak” batasan-batasan
umum, baik musik, lagu maupun gaya pertunjukannya.
Aksi panggung para kugiran cadas dekade
1970-an umumnya cenderung bersifat teatrikal dll atau dengan aksi
panggung bakar-bakaran gitar model Blackmore atau Jimmy Hendrix dll.
Jadi dalam suatu pertunjukan musik, pemusik tidak hanya menyuguhkan
kepiawaian dalam bermusik saja, tetapi juga menampilkan aksi panggung
yang sejalan dengan aliran musiknya. Aksi pertunjukan para wadia balad
musik cadas Indonesia banyak terinspirasi oleh gaya panggung para musisi
Barat. Sebagian kugiran musik cadas pada dekade 1970-an berlomba-lomba
untuk tampil “gokil” abiizz di atas panggung.
Musik Cadas era 1970-an di dunia termasuk
di Indonesia adalah musik panggung, karena hal itu merupakan tuntutan
penonton untuk mendapatkan hidangan aksi panggung yang gawatnya harus
nyaris sama seperti pemain atau penyanyi aslinya. Gokilnya, para musisi
kita saat itu dapat berinkarnasi bak para pemain musik Barat layaknya
walaupun hanya ditopang oleh alat-alat musik yang masih dikatagorikan
sederhana seperti Arthur Kaunang gaya main keyboardnya sangar dan banyak
pengamat saat itu yang mengatakan kegarangannya diatas panggung nyaris
seperti Keith Emerson, sedangkan Adhi keyboardist Equator Child dan
Deddy Dores mereka sering berakrobat dengan kadangkala dance diatas
keyboardnya sambil menggunakan kaki mereka dalam memainkan tuts
keyboardnya.
Deddy Dores yang juga disebut-sebut sebagai ”Wonder Guy”
karena selalu memakai kacamata hitam baik siang maupun malam, Deddy
saat itu disebut sebut sebagai Ritchie Blackmore-nya Indonesia karena
gaya dan permainanya nyaris sama dengan Blackmore seperti yang diuraikan
oleh Riza Sihbudi dalam sebuah tulisannya disamping hobby-nya
menghantamkan gitarnya ke sound system atau
membanting-bantingkan guitarnya hingga berantakan hal inipun sama
dilakukan oleh Atauw guitarist andalan kugiran Equator Child, kugiran
cadas yang berasal dari Pontianak yang kemudian berhijrah ke Jakarta itu
diawal tahun 70-an sangat dielu-elukan oleh banyak remaja Ibukota
maupun tanah air karena disamping kehebatan para pemainnya mereka juga
ditopang oleh Imran sang vokalis yang nyentrik, Raden Bonnie Nurdaya
atau lebih dikenal sebagai Bonnie Rollies guitarist kebanggaan Rollies
itu gaya permainan gitarnya sering diasosiasikan pada Steve Howe
sedangkan Harry Minggus banyak kalangan mengatakan gaya petikan bass-nya
seperti Chris Squire.
Kugiran cadas AKA/ SAS memiliki Sunatha
Tandjung yang kedahsyatan permainannya selalu diasosiasikan dengan Jimmy
Page dimana dia sering memainkan guitarnya sambil memutar-mutarnya di
udara sehingga menciptakan raungan yang memekakan telinga dalam
melengkapi kedahsyatan permainan guitarnya. Pada suatu kesempatan dia
pernah berkomentar seusai menonton konser Deep Purple pada 4 & 5 Desember 1975 bahwa permainan Tommy Bolin itu biasa biasa saja belum
lagi Syeh Jeffry Abidin yang dapat julukan John Bonham-nya Indonesia dan
jujur penulis akui bahwa permainan Tuan Syeh ini dahsyat dan super
mantab sebagaimana beberapa kali penulis saksikan aksi panggungnya baik
sewaktu di AKA maupun setelah di SAS pada era awal hingga pertengahan
tahun 1970-an.
Gaya Sunatha Tandjung Yang First Class!
Sementara Yongkie yang kemudian dikenal
sebagai Yockie Suryoprayogo mulanya dikenal sebagai keyboardist handal
dari kugiran Zonk dan Fancy pada awal tahun 70-an sangat dikagumi
penonton karena “kelihaian”nya memainkan keyboard dan dia bertambah
terkenal sewaktu diajak Donny Fatah kawanannya di kugiran Fancy untuk
bergabung ke God Bless dimana Yongkie saat itu sering disebut sebut
sebagai inkarnasinya Patrick Moraz atau John Lord-nya Indonesia karena
memang permainannya yang sangat apik (pada beberapa album Chrisye dan
solo albumnya dimana gaya permainannya nyaris seperti Patrick Moraz)
sehingga membuat John Lord terkagum kagum manakala Yongkie memainkan
keyboardnya pada lagu Celebration (PFM) dengan wadia balad God
Bless ketika kelompok cadas itu dipercayakan Denny Sabrie sebagai band
pendamping Deep Purple pada tanggal 5 Desember 1975 di Stadiun Utama
Senayan, sementara Albert Warnerin lead guitarist
kelompok progressive rock Giant Step dari Bandung itu disebut-sebut
sebagai Jeff Back-nya Indonesia dimana pemainannya gitarnya nyaris
sempurna (pada album Giant on the Move) belum lagi Benny Soebardja yang
vokalis merangkap giutarist II Giant Step itu kerap dijuluki sebagai
Alvin Lee-nya Indonesia, sedangkan Atauw gitaris andalan Equator Child
diawal tahun70-an dia disebut sebut sebagai bayangannya Ritchie
Blackmore dan Jimmy Hendrix.
Odink Nasution sang pemetik guitar dari
kugiran Young Gipsy dan beberapa lainnya di era 1970-an itu oleh banyak
penggemar musik cadas dijuluki sebagai kembarannya Steve Hackett (pada
album-album LCLR, Keenan Nasution dan Harry Sabar serta Guruh Gipsy),
sedangkan Debby Nasution yang di era 1970-an dikenal sebagai keyboardist
andalan Young Gipsy, Barong Band serta Genk Pegangsaan oleh banyak
penggemar musik prog permainan keyboardnya seperti permainan Matthew Fisher (Procol Harum) dan Tony Bank (pada album 1&2 Gank Pegangsaan).
Debby Nasution & His Genk Pegangsaan Friends
Sedangkan abangnya Keenan Nasution sudah
terlanjur diberi predikat Bill Bruford-nya Indonesia (pada album "Dibatas
Angan Angan" dan album album berikutnya) Fuad Hassan dan Teddy Sudjaya
banyak disebut sebut sebagai Ian Paice-nya Indonesia dengan gebukan
gebukan drumnya yang sangat mantab. Sedangkan untuk vokalisnya, Bangun Sugito
atau yang lebih dikenal sebagai Gito Rollies sering dijuluki sebagai
James Brown-nya Indonesia bila dia bernyanyi dan bergaya di atas pentas.
Sementara Delly Djoko Alipin banyak disebut-sebut memiliki suara yang
nyaris sama dengan Jim Rutledge vokalis kugiran Bloodrock kugiran super
yang berbasis di Texas Amerika itu sedangkan Ucok Harahap mascotnya AKA,
Bernard Parnadi, Guntur Simatupang dan Jose Tobing disebut sebut pula
sebagai Alice Cooper lokal. Sebagai sumber rujukan untuk gaya
pertunjukan mereka peroleh melalui berbagai majalah musik terbitan
Amerika atau Eropa, seperti majalah Music Express, Melody
Maker, Cream, Billboard atau Pop Foto dan foto sampul PH. PH tidak sekadar
menjadi acuan musikal tetapi juga menjadi inspirasi penampilan visual.
Aksi Panggung Yang Sensasionil Para Vokalis Musik Cadas Era 70-an
Aksi Panggung Achmad Albar & God Bless
Nampaknya penggunaan peti mati
merupakan bagian aksi panggung yang dapat menopang keberhasilan aksi
sebuah kugiran di era 1970-an seperti ungkap Yockie Suryo Prayogo dalam
sebuah wawancara kami disebuah stasiun radio swasta beberapa tahun yang
lalu. Saat itu menggunakan peti mati dalam pertunjukan musiknya seperti
pertunjukan mereka pada tanggal 5-6 Mei 1973, dimana untuk pertama
kalinya God Bless tampil di depan Theater Terbuka Taman Ismail Marzuki
dengan berekperimen berbagai macam kemunculan termasuk dengan
menggunakan peti mati dan mayat hidup. Selain itu Albar menggunakan
mayat hidup yang membawakan lagu "Nurlela" adalah sebagai semacam
peringatan bagi pemusik-pemusik yang bisanya hanya “membeo” dan menerima
apa adanya. Scahmmy Tampangoema yang menjadi setan laki-laki dalam pementasan God Bless bertanya kepada Ahmad Albar, mengapa memakai peti
mati dan mayat segala. Schammy mendapat jawaban bahwa hal itu dilakukan
hanya sekedar meramaikan pertunjukan saja dalam pementasannya di TIM
pada tanggal 24 dan 25 Mei 1973, pada puncak acara God Bless menyuguhkan
aksi teatrikal dengan dua buah peti mati. Diawali dengan bunyi lonceng
besar, kemudian peti itu dibuka dan dua orang pria dan wanita yang
didandani seperti layaknya sepasang mayat keluar serta bernyanyi dengan
lagu yang berjudul nurlela dari penyanyi Bing Slamet dengan yang suara
fals untuk menimbulkan kesan horor.Waktu itu Ahmad Albar berkibar di
atas panggung dengan membawakan lagu-lagu dari kugiran musik Deep
Purple, Led Zeppelin, Kansas dan Yes. Dalam pertunjukan panggungnya.
Namun bukan itu saja sensasi yang
tercipta dari suatu aksi panggung yang akhirnya menjadi kerusuhan yang
terjadi waktu God Bless manggung, ketika pertunjukan God Bless di
lapangan basket kota Malang pada tanggal 4 Agustus 1974 dalam rangka
tour pertunjukannya ke Jawa Timur pertunjukan mereka memakan banyak
korban luka-luka karena mereka penasaran ingin melihat sesuatu yang
belum pernah mereka lihat sebelumnya. God Bless on the stage!. Banyak
dari penontonnya yang rata-rata adalah kaum muda saling dorong dan
berdesak-desakkan ingin masuk lebih dahulu ke dalam lapangan, alhasil
penonton yang berada pada bagian depan yang sudah berada di pintu bagian
depan berjatuhan tidak kuat menahan desakan dari belakang. Pihak
panitia dan keamanan tidak kuasa membendung arus penonton yang datang
begitu banyak ke tempat tersebut. Walaupun pertunjukan musik God Bless
belum dimulai, tetapi korban yang jatuh sekitar 20 orang lebih dan
banyak di antara mereka tidak sadarkan diri.
Selain mempelopori penggunaan efek asap dari "dry ice" di atas panggung, kugiran musik ini juga banyak melahirkan ide-ide baru
yang baru di atas panggung, misalnya penggunaan lonceng besar yang
diletakkan di belakang perangkat drum, pohon-pohon tiruan yang dibalut
dengan timah yang memberikan suatu efek halusinasi yang berbau mistik.
Pada pertunjukan Deep Purple tanggal 5 Desember 1975 Achmad Albar dan God Bless yang menjadi band pendamping
Deep Purple dimana malam itu Iyek merasa mendapat sambutan yang sangat
meriah akan penampilannya setelah melemparkan lagu Celebration
milik kugiran prog dari Italia PFM maka diapun menyulut kembang api
dimana sontak saja Stadiun Utama Senayan berubah menjadi arena huru hara
yang begitu massive dan belum pernah terjadi sebelumnya dimana saat itu
bukan hanya kembang api yang beterbangan akan tetapi juga bangku bangku
dan pokok kayu kayu penyangga bangku menjadi bola api beserta kepulan
asap yang membuat sesak napas dan pemandangan ini menurut salah seorang
teman penulis tak ubahnya seperti sebuah pertunjukan “Hanoman Obong” dalam cerita epic Ramayana.
Aksi Panggung Ucok Harahap & AKA
Para vokalis kugiran cadas era 70-an nya
banyak dijuluki secara beragam oleh para penggemarnya dengan ulah
panggung yang aneh-aneh seperti yang sering dibuat oleh Ucok Harahap
dengan predikat Alice Cooper yang sudah melekat padanya dimana dalam
salah satu penampilanyang paling ”Gokil”nya sewaktu dia beserta
kugirannya AKA manggung di TIM pada tanggal 9-10 Novermber 1973 dimana
Ucok cs tampil bersama kelompok cewek Gigi Girls dari Taiwan.Ucok tampil
mengagetkan penonton dalam suatu atraksinya, sambil menyanyikan lagu "Crazy Joe"
tiba-tiba dia menaiki pagar tembok theater terbuka TIM lalu
berlari-lari diatas genting yang kemudian tahu-tahu dia sudah muncul di
panggung kembali bak orang kesurupan lalu dia dicambuk, diikat kakinya
dan digantung kemudian ditikam oleh seorang algojo serta dimasukan ke
peti mati, atraksi ini sontak mendapat sambutan yang sangat gegap
gempita karena baru kali itu masyarakat Jakarta disuguhkan penampilan
yang “Gokil” seperti itu tapi anehnya dibalik panggung Ucok nampaknya
benar benar seperti orang kemasukan jin iprit penunggu pohon pohon besar
yang masih merindangi TIM saat itu. Ucok mengelepar-gelepar bak ikan
yang kepanasan didarat, untung saja saat itu ada Remy Silado (yang saat
itu masih muda dan ganteng dengan rambutnya yang panjang terurai bak
punggawa musik cadas pula) yang memang dengan pengalamannya yang luas
Remy sudah faham akan segala hal yang berkaitan dalam dunia show biz
dengan beragam trick dan ensofor-ensofor panggung lainnya yang mana
dengan segera dia menyirami Ucok dengan seember air yang mana membuat
Ucok gelagapan seperti orang kebingungan. Dalam salah satu aksi
pertunjukan “euidyan” yang lainnya, Ucok beraksi sambil membawa lagu
yang berjudul "Sex Machine", dia seakan-akan kesurupan dan
memperagakan adegan bersenggama dengan keyboardnya yang diasosiasikan
sebagai pasangannya . Kemudian dia keluar dari panggung, memanjat tembok
dan ke atas genteng. Ketika muncul lagi di pentas, ia langsung membuka
baju. Membiarkan dirinya “dihajar” dua algojo, kakinya diikat dan
digantung. Setelah “ditusuk” dengan pedang, dia dimasukkan ke dalam peti
mati. Di era 70-an Ucok Harahap tercatat sebagai vokalis musik cadas yang paling “Gokil” atraksi panggungnya dan selalu mengundang sensasi
serta kegaduhan namun para penontonya sungguh sangat menikmati akan
aksi-nya. Maka tidaklah salah bila Ucok diberi predikat "Alice Cooper Van
Surabaya".
Aksi Panggung Arthur Kaunang & SAS
Diwaktu sedang jaya-jayanya SAS, dunia
panggung nyaris dikuasai oleh mereka semua, volume pementasannya nyaris
sama banyaknya dengan pementasan Superkid, dari mulai Surabaya,
Malang, Yogyakarta, Solo, Jakarta hingga pelosok-pelosok yang terpencil
di Indonesia menjadi demam SAS. Malang yang dikenal sebagai kota yang
sangat kritis dan sangar terhadap setiap pertunjukan musik cadas namun
ternyata tidak selamanya pertunjukan musik cadas disana akan berakhir
dengan aksi pelemparan batu kayu maupun sendal dari penonton disana,
mereka sangat obyektif dalam menilai kualitas musik dan penampilan
kugiran cadas yang datang kesana. Sewaktu SAS melakukan pertunjukan di
kota tersebut ternyata sambutan kaula muda disana berbeda tidak ada satu
butir pun kerikil atau sandal dan batu yang terbang melayang ke atas
panggung.
Mungkin para penonton merasa kagum dan
segan dengan wibawa dan permainan SAS yang hebat itu disamping
penguasaan mereka akan lagu-lagu ELP yang nyaris sempurna oleh karenanya
tidak ada alasan bagi arek-arek malang itu untuk membuat kegaduhan
bahkan setiap lagu yang dimainkan selalu mendapat sambutan yang
membahana. Sebagaimana hal yang sama terjadi pada Kockpit di
era 80-an yang mana mereka sangat dielu-elukan disana.Gaya gebukan Syeh
Abidin yang mantab, petikan gitar Sunatha Tandjung yang melengking mulus
sempurna dan betotan bass yang garang serta permainan keyboard yang
brutal dari Arthur Kaunang membuat SAS menjadi salah satu kugiran cadas
yang paling disanjung dan dihormati di kota Malang dan mereka pantas
disejajarkan dengan God Bless, Rollies,Superkid dan Giant Step.
Arthur Kaunang: Keyboardist yang paling sangar aksi panggungnya
Salah satu kelebihan SAS adalah mereka sangat menguasai blocking
panggung walaupun hanya dengan tiga personel, Arthur dengan postur
tubuh seperti wong londo dengan rambut panjang yang nyaris sepinggang
itu biasa membuat para penonton menjadi histeris dengan permainan solo
keyboardnya dimana dia begitu garang di panggung sampai terkadang
dia bergelintingan dilantai sambil memainkan bass guitar atau
menjungkirbalikan keyboardnya dan dimainkannya dilantai panggung serta
kadang -kadang keyboard-nya itu dibuat seperti kuda yang dia jepit
dengan kedua belah pahanya.Organ Farfiza, Hammond dan Yamaha yang
dimainkan oleh Arthur nyaris selalu dijungkirbalikan dilantai panggung
olehnya!, namun karena itu merupakan bagian daripada sensasi SAS yang
paling digemari penonton maka Arthur terus memainkan atraksinya itu!.
Belum lagi Tuan Syeh yang satu ini dia
begitu mantab dalam menggebuk deretan drum set dan cymbal serta
hentakan kedua kakinya pada double bass drumnya. Atraksi yang paling
membuat surprise penonton manakala Syeh beranjak dari deretan drum set
yang mengelilinginya dan langsung menggantikan Arthur bermain bass
terutama dalam lagu "From The Beginning". Sunatha juga tidak
kalah hebatnya dia sering memainkan guitarnya sambil memutar-mutarnya di
udara sehingga menciptakan raungan yang memekakan telinga melengkapi
kedahsyatan permainan Trio Rock handal itu. Pertengahan tahun70an hingga
penghujungnya benar-benar merupakan ‘Golden Era’ untuk Super Trio Progressive dari kota Buaya itu.
Hujan Batu
Namun diantara kesuksesannya, SAS pun
pernah juga mengalami nasib na’as yang sebenarnya bersifat non musikal
seperti ketika pertunjukan musik perdana mereka di Taman Ria Monas pada
pertengahan Februari 1976, dimana mereka mengalami sedikit kekacauan
karena gangguan listrik yang kurang diantisipasi oleh fihak Taman Ria
Monas sebagai penyelenggara karna sejak kedatangan Deep Purple di Senayan, SAS memang telah membuat revolusi baik dalam sound system
maupun lighting mini ala Deep Purle walapun kapasitasnya baru
pada tingkat belasan ribu watts yang mana jelas membutuhkan daya listrik
yang extra saat itu.
Ketika kelompok ini memainkan lagunya
yang kedelapan, yaitu lagu milik kugiran musik Deep Purple, tiba-tiba
listrik mati. Akibat dari adanya gangguan listrik tersebut maka
pertunjukan musik SAS tidak bisa dilanjutkan dan penonton merasa kecewa
dan marah pada penyelenggara yang kemudian melampiaskannya dengan
melemparkan batu-batu dan sandal serta apa saja yang bisa dilempar ke
arah panggung, sehingga membuat beberapa peralatan musik SAS rusak.
Kerusuhan penonton juga terjadi di
Surabaya, tepatnya ketika SAS melakukan pertunjukan di kota tersebut.
Kerusuhan itu bermula saat mereka baru memulai pertunjukannya selama
satu jam dan tiba-tiba listrik mati. Gangguan listik ini mengakibatkan
kugiran tersebut tidak bisa melanjutnya pertunjukkan musiknya. Penonton
tidak bisa menerima keadaan yang terjadi dan melampiaskannya dengan
melemparkan sandal, sepatu, batu-batu serta kayu ke arah panggung dan
mengakibatkan kerusakan pada peralatan musik dan akibat pelemparan batu
itu menimbulkan yang sangat besar saat itu.
Aksi Mickey Michael Merkelbach & Kugiran Bentoel
Munculnya Bentoel Rock Band di Malang
pada tahun 1970-an yang mengorbitkan nama-nama rocker kelas wahid
seperti Mickey Michael Merkelbach, Ian Antono, Teddy Sujaya yang mana
membuat wadia balad cadas tanah air terbelalak. Mereka berdecak kagum
dengan penampilan kugiran cadas dari kota Malang ini. Kugiran cadas
dengan vokalis andalannya Mickey Michael Merkelbach ini sudah terbiasa
meneriakan lagu- lagu cadas milik Rolling Stones, Led Zeppelin dan Deep
Purple dengan melodi yang lebih garang. Mickey sendiri adalah rocker
blasteran Sukabumi dan Jerman.
Kugiran cadas Bentoel saat itu merupakan
salah satu kugiran yang hebat untuk ukuran Indonesia dan banyak show
telah mereka lakukan dan yang lebih mengangkat nama kelompok ini adalah
penampilan vokalisnya Mickey Michael Merkelbach yang seringkali berlaku
aneh yang berbau horor dan sadis, gaya panggungnya mirip seperti Mick
Jagger sangat urakan atau berlaku seperti Ozzy Osbourne bahkan
Alice Cooper. Kugiran cadas Bentoel adalah kugiran yang paling populer
di kota Malang. Pada 1971-1973 mereka yang sangat aktif melakukan tour
ke berbagai kota di Indonesia. Pada akhir Agustus ’73 di Gelora Saparua, Bandung, Bentoel (malahan saat itu, Ian Antono masih sebagai ‘drummer’
kugiran cadas asal Malang tersebut sebelum bergabung dengan God Bless
pada tahun 1975) mereka sempat tampil bersama God Bless dan The
Philosophy Gang of Harry Roesli pada acara pagelaran berlabel ‘Anti
Narkotika’ di bandung, saat itu Denny Sabri yang dikenal sangat pelit
dalam memberi pujian terhadap musisi cadas Tanah Air namun sempat pula
terkagum-kagum dengan gaya Mickey Mikelbach dan memberi pujian pada
Mickey sebagai seorang Super Star lokal yang kurang modal dikarenakan
belum pernahnya dia tinggal diluar negeri seperti Achmad Albar yang
mempunyai reputasi Internasional.
Mickey Mikelbach sang vokalis yang
perawakannya tinggi besar merupakan perpaduan antara Mick Jagger dan
Steve Tylor dalam aksinya bahkan lebih “uedyan” dari Ucok AKA. Seperti
yang diperlihatkannya ketika tampil bersama Arista Birawa, ZB 101, dan
penyanyi Filipina Victor Wood di Gelora Pancasila Surabaya tanggal 18
Februari 1973. Dalam pertunjukan itu, tanpa diketahui panitia Mickey
mengeluarkan seekor kelinci dari sebuah tas di sudut panggung. Setelah
mulutnya komat-komit seperti membaca mantra, Micky mengelus-elus kelinci
itu, dibelai dan dicium, tetapi kemudian secara tiba-tiba kelincinya
itu dicekiknya, kemudian dilempar dan ditikam dengan belati yang sudah
dipersiapkan ke tubuh binatang malang itu. Darah kelinci pun muncrat dan Mickey pun menghirupnya dan penonton terkejut. Berharap mendapat
sambutan, Mickey malah menerima teriak berupa kemarahan dari para
penonton agar turun dari panggung.
Ketika itu juga aliran listrik ke
peralatan musik di panggung dihentikan oleh panitia dan Mickey kugiran Bentoel diminta menghentikan penampilannya karena pertunjukan yang
menegakkan bulu roma itu merupakan perbuatan yang mengarah kepada aksi
sadisme dan dicaci maki serta dikutuk banyak orang sampai akhirnya
mereka harus turun panggung.
Mickey yang biasa menampilkan aksi sadistis seperti yang tertulis di atas, maka dalam suatu pertunjukannya bersama band barunya Oegle Eyes
di Taman Remaja Surabaya, ia tidak lagi menampilkan adegan menghisap
darah binatang sebelumnya yang telah berhasil mengorbitkan namanya,
seperti gaya suaranya yang tetap keras, hoby-nya bernyanyi sambil
berjongkok-jongkok, main sodok stick mike serta berlengggang-lenggok,
ditambah dengan demostrasi main kipas serta mengkibas-kibaskan rambut
seperti halnya permainan kuda lumping.
Mickey Superstar Kebanggan Kota Malang
Nama kugiran cadas Bentoel bertambah terkenal oleh karenanya dan sewaktu
Bentoel tampil di “Jakarta Fair 1974″, mereka dilirik God Bless yang
sedang ancang-ancang mencari pengganti Nasution Bersaudara (Keenan
Nasution (drum), Debby Nasution (keyboard) dan Oding Nasution
(gitar). God Bless terkesima melihat permainan dua personel Bentoel Teddy
Sujaya (drum) dan Ian Antono (gitar) ini. Tak lama berselang atas
ajakanYockie yang saat itu bersama Sammi Zakaria yang tinggal di Malang
merekapun bersedia direkrut untuk gabung ke God Bless dan setelah itu
otomatis Bentoel-pun sekarat apalagi sponsor utamanya Pabrik rokok
Bentoel menarik diri setelah Ian dan Teddy cabut, tanpa adanya sponsor
tersebut maka kegiatan group ini pun praktis terhenti dan bubar!.
Aksi Soleh Sugiarto & Kugiran Freedom
Lain Mickey lain pula Soleh Sugiarto
mascotnya Freedom dimana diantara kesuksesan penampilan panggungnya
Soleh dan teman-temannya tidak urung pula kena protes. Pernah pula saat
mereka tampil di Semarang pada bulan Mei 1974 dimana Soleh Sugiarto
Danaatmadja sang vokalis yang malam itu mengenakan jubah putih sambil
berlari-lari membawa obor, yang menyala nyala menyanyikan lagu berjudul
La Ilaha Ilallah milik group Osibisa dari Ghana.Tembang ini dianggap
membuat sensasi dan dan sontak memicu kehebohan saat itu.
Kikky, DaveTahuhey, Utte M Taher, J Sarwono dan Soleh Sugiarto Danaatmadja
Pasalnya para penonton menjadi marah dan
protes dengan keberanian Soleh & Freedom membawakan lagu tersebut,
karena dapat dikatakan inilah lagu pop pertama kali yang memakai kalimat
ayat suci Alquran, yang seharusnya dipergunakan untuk memuja dan
memuji Allah & Rasul-Nya (dalam bahasa Arab) malah dinyanyikan dalam
suasana pertunjukan musik cadas yang gegap-gempita penuh dengan
jingkrak-jigkrak hal jelas ini membangkitkan amarah para penonton
karena saat itu walaupun mereka menyukai musik cadas tetapi mereka masih
sangat religious dan tidak suka hal-hal yang bersifat sakral itu dibawa
keatas panggung. Bahkan, para jurnalis dan pengamat musik Semarang saat
itu ikut-ikutan berang dan menilai bahwa lirik-lirik lagu yang
dibawakan Soleh tersebut tergolong ‘liar’ dan dianggap menghina Tuhan.
Akibatnya, pihak berwajib melarang pemutaran lagu itu di seluruh
radio-radio swasta di Jawa Tengah.
Begitu juga seperti yang terjadi dalam
pertunjukan Pesta Musik Kemarau 75 di Bandung, nasib na’as-pun nyaris
pula menimpa kugiran cadas kebanggaan kota Bandung ini yang mana karena
mungkin kelewat lama dalam menyetem alat musik hingga membuat penonton
menjadi tidak sabar dan hujan batu, sepatu dan sandal pun terjadi, salah
satu sandal yang beterbangan itu ada pula yang nyangsrang di kepala
Soleh, sang vokalis kugiran musik tersebut yang mana membuat anak-anak
Freedom terpaksa ngacir cari selamat !.
Aksi Panggung Jose Tobing & Freemen
Jose Tobing mascot kugaran Freemen ini
memiliki aksi panggung yang sangat prima. Jose misalnya bisa menyanyi
sambil berguling atau bernyanyi sambil disalib, melompat dan berlari,
dimasukkan dalam peti mati seperti yang dilakukan oleh Ucok Harahap dari
AKA.Vokalis Freemen ini dalam melakukan aksi-aksi teatrikal di atas panggung ditopang pula oleh Ujang
sang bassist nyentrik idola anak-anak Medan waktu itu selain the best,
tongkrongannya yang tinggi seperti Londo dan berkulit cerah serta aksi
panggungnya tidak membosankan dan Ujang-pun sering bertelanjang kaki
bahkan kadang bakar-bakaran sapu bila beraksi di atas panggung dan hal
ini adalah menjadi salah satu gaya tarik dari kugiran cadas Medan satu
ini disamping itu, Boss Freemen, John Leo, yang lebih
dikenal dengan sebutan Ta Long sangat mahir mengutak- atik peralatan
listrik dan sound system guna untuk dapat meningkatkan kekuatan sound
system kugiran asuhannya akibatnya ketika Freemen manggung, suara musiknya menggelegar dan membuat ciut nyali kugiran saingannya.
Freemen pernah pula tampil sepanggung dengan AKA di Stadion Teladan Medan pada tanggal 3 dan 9 Agustus 1974. Mereka tampil all out untuk mendapat simpati dan perhatian penonton dan anak-anak Freemen memang
boleh kita saluti karena walapun menyandang predikat band lokal tapi
mereka punya nyali gede meskipun bersanding satu panggung dengan
kugiran super sekelas AKA. Dikurun waktu tahun 1974-1975 Freemen merupakan kugiran cadas perkasa yang disegani oleh para saingannya.
Aksi Guntur Simatupang & Kugiran Destroyer
Destroyer, kugiran cadas satu ini memang nyaris sama dengan Freemen
kugirannya Jose Tobing yang mengandalkan aksi-aksi panggung yang
menegangkan merupakan group yang didanai oleh Pemerintah Daerah Sumatera
Utara dan merupakan salah satu kugiran yang disegani di Medan karena
kehebatan sang vokalisnya Guntur Simatupang yang memang mempunyai
kelebihan dalam stage act maupun olah vokal yang pantas
diacungi jempol dimana semua remaja di seantero Medan tidak akan tidak
kenal dengan nama Guntur Simatupang yang kerap berjungkir balik diatas
panggung itu. Saat itu Guntur dijuluki Alice Cooper
dari Medan. Banyak aksi panggung Guntur Simatupang yang membikin
penonton gelagapan. Suatu sa’at dia pernah menaiki tangga sampai ke atas
dan memukul lonceng yang ditaruh di atas dengan keras sekali hingga
menggetarkan telinga para penonton. Destroyer juga
terkadang mempertunjukkan atraksi bakar kemenyan yang diiringi oleh
lagu-lagu seram semacam upacara orang-orang yang masih primitif. Guntur Simatupang beranggapan justru
dengan melakukan atraksi-atraksi yang aneh itu, groupnya dapat menanjak
dengan pesat dan dikagumi oleh anak-anak muda Medan yang memang
terkenal sangat kritis dan nyaris radikal. Dalam soal kreasi Guntur
Simatupang merupakan orang yang tidak pernah puas, oleh karena itu dalam
setiap pertunjukan musiknya, ia selalu berusaha membuat segala
keanehan-keanehan dan melakukan aksi adegan teatrikal. Destroyers malang melintang tanpa sedikitpun ciut nyali menghadapi pesaingnya seperti; Great Session, Freemen, The Rhythm Kings, Minstrel’s
dll bahkan dengan God Bless. Destroyer juga terkadang mempertunjukkan
atraksi bakar kemenyan yang diiringi oleh lagu-lagu seram semacam
upacara orang-orang yang masih primitive. Sehingga pernah terjadi
pelarangan terhadap Guntur pada aksi panggungnya di Medan dia dilarang
tampil oleh pihak keamanan. Pelarangan ini dilakukan karena pihak
keamanan takut gaya panggungnya akan dicontoh oleh kalangan kaum muda di
Medan.
Guntur Simatupang; Ular Python pun Dibawanya Pula Keatas Pentas
Guntur pernah bernyanyi dengan cara
digantung; dia memanjat ke atap panggung, kemudian kakinya digantung di
atas atap panggung sementara kepalanya menjulur ke bawah. Selain itu ia
juga pernah membawa ke atas panggung empat puluh ekor ular yang
ditangkapnya sendiri dari parit-parit sekitar pinggiran kota Medan dan
hal itu telah menjadi kebiasaan dalam pertunjukan musiknya. Guntur
selalu melakukan atraksi pertunjukan dengan melibatkan ular-ular
tangkapannya di atas panggung. dan ular-ular yang sering dipakai oleh
Guntur Simatupang dalam atraksinya dianggap membahayakan keamanan para
penonton yang dikhawarirkan salah satu binatang berisa itu memangsa
penonton khususnya penonton di bagian depan. Selain itu ada pula satu hal yang telah
menjadi kebiasaan dalam pertunjukan musiknya. Karena ulahnya yang
aneh-aneh saat itu Guntur lantas oleh para remaja Medan dijuluki Alice
Cooper dari Medan. Pada waktu memeriahkan Festival underground di
Yogyakarta Guntur menaiki tangga sampai ke atas dan memukul lonceng yang
ditaruh di atas dengan keras sekali hingga menggetarkan telinga para
penonton. Destroyer juga terkadang mempertunjukkan atraksi bakar
kemenyan yang diiringi oleh lagu-lagu seram semacam upacara orang-orang
yang masih primitif. Memang saat itu Guntur lain dari yang lain!.
Aksi Panggung Bernard Parnadi & Group Ternchem
Bernard vokalis dari
kugiran cadas ini berekpresi seperti orang kesurupan di atas pentas
musiknya. Kugiran Ternchem dari Solo ini terkenal juga karena aksi
panggung pertunjukannya yang mempertunjukkan ular, api, dan peti mati.
Dalam satu pertunjukannya di Malang Ternchem membawakan suguhan lagu
berjudul "Into The Fire" dari Deep Purple yang dibawakan dengan
versi Bernard sang vokalis. Dia muncul dengan keadaan kepala terbakar.
Nyala api ini terus berlangsung hingga ke akhir babak pertama yang
puncak dari babak ini adalah adegan bunuh diri Bernard yang kemudian
dimasukkan dalam peti mati dengan diiringan lagu dari Rolling Stone yang
berjudul "Coming Down Again". Namun demikian Ternchem masih menyisakan atraksi yang lebih istimewa lagi.
Dalam pemunculan babak kedua yang dilalui
tanpa setegang babak pertama, vokalis Bernard yang didampingi seekor
ular dalam lagunya yang terakhir, sempat merogoh uang saku, dan
dihamburkan lembaran-lembaran uang ratusan dan lima puluhan yang
merupakan uang sisa honor mereka. Gaya pertunjukan panggung grup
Ternchem dikenal mengambil gaya panggung Alice Cooper, yang melengkapi
penampilannya dengan atraksi bermain ular serta masuk peti mati ditutupi
bendera Amerika Serikat. Aksi teatrikal kugiran musik ini juga
dilakukan ketika mereka pentas di Palembang dan Malang tahun 1974.
Bernard (Ternchem) Dengan Aksinya
Dimana Onny dari Ternchem dalam suatu
pertunjukannya di Semarang bernyanyi dengan berani dan eksentrik,
menggambarkan orang yang sedang masturbasi, bersenggema dengan berdiri!. Pertunjukan dengan memakai ular, api, dan
peti mati masih diperlihatkan Ternchem pada pertunjukan Musical Show
Penutup Tahun 1972. Dalam satu pertunjukannya di gedung Gelora Pancasila
Surabaya Juni 1974, Ternchem yang biasanya menyuguhkan atraksi
pertunjukan panggung dengan peti mati untuk kali ini tidak bisa
menampilkan atraksi tersebut karena ada gangguan teknik dari alat-alat.
Aksi Panggung Joe Santos & Fanny’s Group
The Fanny’s Group ini memang
mempunyai PDOD di atas panggung mereka sering menyanyikan musik-musik
keras, kugiran yang digawangi oleh Joe Santos alias Joko Santoso,Tugi
Wiyono (organ),Alex Soeharso(lead guitar),Yunarto (drum),Andhi Siksanto
(bass), Yoyok B Hartono (rhythm I), Juwoto Sunanto (rhythm II), The Fanny’s Group adalah kugiran cadas yang paling terkenal dari kota
Semarang. Kugiran ini didirikan pada akhir tahun 1968. Pada awal
pemunculannya The Fanny’s Group nyaris banyak mendulang kritik dari
masyarakat bahkan yang berwajib sering pula memberi peringatan. Kugiran
cadas satu ini walaupun sering pula membawakan lagu-lagu cengeng bahkan
dangdut namun mereka mempunyai aksi panggung yang “gokil” pula hal ini
dibuktikan sewktu mereka ikut memeriahkan Jambore Band Se-Jateng di
Semarang.Aksi pertunjukan teatrikal Fanny’s Group juga ditampilkan lagi
ketika mereka pentas di Yogyakarta bersama group Ambisi awal Oktober 1975.
The Fanny’s Group
Dalam aksinya Joe Santos dan The Fanny’s Group-nya sering menyuguhkan kepada penonton adegan adegan usungan mayat
menyerupai wujud drakula yang begitu sampai di hadapan penonton, mayat
tersebut bangun dan bernyanyi. Menjelang akhir lagu, satu adegan lagi
sang drakula ditusuk secara mendadak dengan sebilah pisau panjang oleh
Yanto. Gaya yang lain yang disuguhkan oleh Fanny’s Group untuk lebih
menarik para penonton, Joe Santos sang vokalis begitu “uedyan”nya dalam
membawakan sebuah lagu sampai-sampai baju putih yang sudah dipersiapkan
sedemikian rupa itu dirobekkan sampai lumat perilakunya di pentas bak
orang yang sedang kerasukan “jin iprit” disamping itu diapun gemar pula
mencorang moreng badan dan mukanya ala hippies. Mereka bak hippies yang saat itu masih
tidak disukai oleh sebagian besar masyarakat di Indonesia tapi gaya
anehnya mereka itu justru digemari oleh anak anak muda Semarang saat
itu.Band ini pada tahun 1977 pernah sempat juga tampil sepanggung dengan
Giant Step dan Jam Session bersama diatas panggung yang mana mendapatkan sambutan hangat dari penonton.
Aksi Panggung Deddy Stanzah & Superkid
Memang tidak dapat disangkal setiap
personil Superkid memiliki kemampuan diatas rata rata hingga pantas
mereka disebut Superkid!. Deddy Stanzah showmanship-nya sangat
mengagumkan dia dapat berkomunikasi dengan penonton dengan menggunakan
yel-yel bahasa Inggris yang sangat fasih nyaris seperti bule yang mana
disambut oleh para penonton dengan kata-kata “Yes,Yes, Kemon ..Tancap Ded
! ” ungkap mereka dengan rasa tidak sabar mendengarkan coletahnya Deddy
Stanzah yang menggunakan bahasa Inggris terus dimana sebagian anak anak
muda saat itu tidak faham akan artinya. Deddy Dores yang sangat hidup stage act-
nya baik waktu bermain guitar maupun keyboard apalagi dengan hadirnya
Gito Rollies sebagai bintang tamu yang menyanyikan lagu "Rock ‘n Rock
Bird" berduet dengan Deddy Stanzah membuat penonton menjadi histeris.
Deddy Dores, Blackmore Van Java !
Atraksi yang menjadi trademark-nya
Superkid adalah hampir disetiap pertunjukannya mereka memulai dengan
menembakan dry ice ke drum set-nya Jelly Tobing disusul dengan tembakan
lampu warna warni dari lighting system yang apik disertai dengan
kepalan tangan yang disilangkan oleh Deddy Stanzah untuk menyapa
penonton dengan bahasa Inggris yang fasih. Pada kurun waktu 1976-1977 benar benar
merupakan era keemasan Superkid, dimana-mana para remaja di seantero
Indonesia terkena wabah Superkid apalagi di Bandung dan Jawa Barat serta
Jakarta.Mereka menjadi sangat penasaran untuk menyaksikan penampilan
kugiran garapannya Denny Sabri yang penuh dengan sensasi itu. Keunggulan utama Superkid ini memang
terletak pada gaya panggung Deddy Stanzah yang memikat disamping accent
Inggrisnya yang nyaris seperti bule belum lagi gaya main gitar Deddy
Dores yang dalam aksinya kerap menghantam guitar yang dimainkannya ke
sound system hingga berantakan atau membanting-bantingnya hingga patah
berkeping-keping belum lagi bila dia bersolo keyboard dimana Deddy
menjungkir balikan keyboard dengan ganasnya model Keith Emerson hingga
membuat penonton menjadi berteriak-teriak bahkan para gadis yang
menonton menjerit-jerit histeris. Sedangkan Jelly tidak kalah
“gokil”nya di setiap show Superkid dia selalu meng hamtamkan stick
drum-nya kederetan drum yang mengelilinginya sampai stick itu patah-
patah bahkan drum yang dia mainkan tidak jarang sampai jebol !. Diantara
kesuksesan ada pula nasib na’as yang dialami Trio rock Bandung ini
seperti dalam pertunjukan yang dilakukan oleh Superkid dan SAS.
Dalam konser ini sempat terjadi
kekacauan, Superkid nyaris dilempari kayu dari potongan- potongan kursi
yang rusak. Kekacauan ini timbul karena penonton di bagian belakang
tidak dapat lagi melihat wajah-wajah pemain dari Superkid. Dan saat
na’as lainnya mereka alami pula umpamanya sewaktu show perdana mereka
di TIM pada tahun pertengahan tahun 1976 setelah menyanyikan lagu lagu
hot lalu Deddy Stanzah dengan guitar akustik dan harmonikanya membawakan
lagu “Just Once More” dimana jidatnya saat itu nyaris benjol
kena timpukan para penonton yang tidak menyukai lagu yang dinyanyikan
oleh Deddy yang sepertinya mencla mencle yang bukan lagu cadas
seperti yang inginkan kawula muda yang menonton malam itu. Album-album Superkid yang banyak menggunakakan bahasa Inggris yaitu : "Trouble Maker" dan "Dezember Break". .Mereka memiliki lagu-lagu andalan yang sering mereka nyanyikan dipanggung antara lain: Trouble
Maker, Sixty Years On, How, Blue Light City ,Futher In The Sea, I Saw
Her Standing There, Southtern Woman, Foot Stomping Music,Tommy, Come
back To Me, My Iggy, Living On The Jet Plane, Just Once More, City of
Devil , People dll.
Aksi Panggung Vokalis Usuf Alwi & Kugiran Hooker Man
Inilah kugiran cadas dari Tanjung Priok
yang dicukongi oleh Walikota Jakarta Utara yang oleh banyak anak anak
muda dan pengamat musik di pertengahan era 70-an disebut sebut sebagai
specialist-nya Deep Purple. Kehandalan foramsi Hookerman jilid
dua ini diuji pada bulan Agustus tahun 1976 kugiran yang diisi oleh
mantan anak anakdari kugiran X Ray ini terdiri dari Zali (guitar), Harry
Minggus (bass), Djoni (drum), Pungky (keyboard) dan Usup Alwi (vocal )
yang mana walaupun suaranya tidak pernah sampai 4 oktaf namun gaya
panggungnya asyik untuk dilihat bahkan nyaris mengundang gelak tawa
penonton karena dia bernyanyi dan jingkrak jingkrak dipanggung dengan PD
abis Malam itu Hookerman naik panggung sebagai pendamping tour show
perdana kugiran kelas wahid dari Bandung Superkid di TIM Jakarta dimana
saat itu mereka tampil menakjubkan dengan kostum ala Queen mereka
menggebrak TIM dengan membabat lagu Burn-nya Deep Purple yang
sontak mendapat tepuk tangan riuh dari penonton terutama ketika melihat
gaya Usup Alwi sang vokalis yang tongkrongan dan tampangnya mirip bule
nyaris seperti David Coverdale dimana pada malam itu dia pede abizz
dengan tampil all out yang mana hal itu menimbulkan kelucuan
tersendiri hingga para penonton banyak yang tertawa terbahak
bahak(termasuk penulis) melihat aksi Usup yang nyaris tidak terkontrol
itu namun nampaknya presepsi Usup berbeda, dia menganggap penonton
tambah tertarik akan penampilannya itu maka tambah “syur”lah
dia beraksi di panggung Theatre Terbuka TIM tersebut tapi Usup masih
tetap dapat sambutan meriah dari penonton yang rata rata ingin
menyaksikan pertunjukan perdana Superkid di TIM malam itu. Saat na’as dialami oleh anak anak Priok
ini dimana selepas sukses menyanyikan beberapa lagu Deep Purple malam
itu,Usup Alwi sang vokalis memberitahukan penonton bahwa untuk lagu
berikutnya adalah lagu yang berjudul “Sabun Maya” yang mana dia
memasukan jari teluncuknya kedalam genggaman tangan kirinya yang
maksudnya bermasturbasi dan sontak penonton meresa jengah sehingga
mereka berteriak teriak menyuruh Hookerman turun.Teriakan-teriakan itu
kemudian meningkat menjadi tindakan-tindakan yang brutal dari penonton
dimana batu,sepatu dan sandal beterbangan kearah Usup Alwi karena saat
itu bagi anak anak muda Jakarta ungkapan itu masih dianggap tabu rock
yes, pornography no !.
Sesungguhnya Hookerman
pantas di acungkan jempol karena kemampuan bermusik mereka sangat bagus
belum lagi gaya Harry Minggus yang menarik dan mantab-nya permainan drum
Djoni yang memang mantab dan asyik untuk dilihat serta dinikmati maka
jadilah Hookerman sebagai band yang pantas dan patut diperhitungkan pada
era pertengahan tahun 1970-an itu. Almarhum Denny Sabrie secara khusus
pernah memuji mereka selepas mendampingi Superkid di TIM sebagai sebuah
kugiran cadas yang penuh semangat, berkali-kali Hookerman mendampingi
God Bless dan Superkid sebagai kugiran pembuka di Theater Terbuka TIM
pada awal dan pertengahan tahun 70’an. Yaya Muktyo pernah diajak
membantu penampilan Hookerman walaupun bukan sebagai drummer tetap dia
hanya diminta membantu Hookerman dalam shownya di Bandung dan TIM.
Setelah itu Hookerman mengalami bongkar pasang kembali dan setelah itu Hookerman pun menghilang tanpa terdengar lagi beritanya, namun nama Usup
Alwi, Zali, Djoni, Pungky dan Harry Minggus masih tetap dikenang oleh
para kawula muda era 1970-an terutama yang rajin datang ke Theater
Terbuka TIM untuk menonton pagelaran – pagelaran musik cadas saat itu.
Aksi Panggung Carel Simon & Golden Wing
Inilah kugiran cadas dari Palembang yang awalnya dicukong oleh sebuah pabrik kecap yang bernama “Tong Hong”
di mana sang Boss membelikan peralatan musik untuk Golden Wing dan
merekrut Fit Kien dan Karel Cassidy alias Carel Simon yang mana
dikemudian hari ternyata bernama Kasim Kasidi .Dalam suatu pertunjukan
satu panggung dengan kugiran cadas dari Bandung Freedom Carel beratraksi
seakan dia disalib diatas pentas dan atraksinya itu ternyata mendapat
sambutan dari penonton Palembang yang didominasi oleh kaula muda dimana
mereka merasa bangga memiliki kugiran lokal yang bisa menyaingi kugiran
super dari kota kembang itu.
What Goes Up Must Come Down
Itulah hukum alam yang
berlaku, setelah berjaya sejak mulainya Orde Baru pada akhirnya toh
musik cadas di Tanah Air harus menerima kenyataan dimana di akhir tahun
tujuh puluhan para pengusung musik cadas harus legowo merelakan era
kejayaan mereka harus berakhir dengan munculnya era musik Disco dan New Wave di dunia dan Tanah Air sehingga musik cadas nyaris hilang dan terlupakan. Nama nama seperti Benny Soebardja, Albert
Warnerin, Debby Nasution, Guntur Simatupang, Triawan Munaf, Sunatha
Tanjung, Syeh Jefry Abidin, Iqbql Taher, Rizaldi Siagian, Joe Santos,
Bernard Pirnadi dll para kampiun musik cadas era 70-an di Negeri
ini nyaris tidak dikenal lagi oleh generasi masa kini. Sungguh sangat
menyesakkan dada karena bila mereka ditanyakan tentang para penyanyi
Barat dari mulai era tahun 60-an hingga 90-an mereka dengan serta merta
dan dengan fasihnya dapat menjawab dengan tepat … sebuah ironi memang!. Kini yang dikenal hanyalah
tinggal Yockie Suryoprayogo saja atau Deddy Dores saja namun mereka
dikenal bukan sebagai sebagai kampiun musik cadas yang garang diatas
panggung akan tetapi sebagai penyanyi dan pengarang lagu pop, kalaupun
ada hanya tinggal Achmad Albar atau Donny Fatah saja yang masih dikenal
itu pun oleh para penggemar mereka saja (God Bless).
Terima kasih telah dimuat artikel saya
ReplyDeleteSalam
MH Alfie Syahrine
Sama-sama pak, artikel ini sangat bermanfaat, terimakasih juga karna Bapak/ Mas Alfie telah mengizinkan. Salam hormat saya
ReplyDeleteMana ulasan tentang Koes Plus???
ReplyDeleteSepertinya para Rockers cadas hanay dibesarkan oleh 'ocehaan' si penulis atau admin saja. Faktanya Indonesia hanya mengenal Koes Plus!
Baca yang jeli mbak, ini kan sedang membahas musik rock bukan musik pop.
ReplyDelete