Monday, June 24, 2013

Crossfire, band asal Samarinda tetap berpegang teguh pada idealismenya bermain musik metal

Genre musik metal mungkin belum begitu akrab di telinga kebanyakan masyarakat Benua Etam. Terdengar keras, jenis musik ini rupanya tetap mendapat tempat sendiri di hati penggemarnya. Band yang memainkan musik metal ini pun tak sedikit, salah satunya dari Samarinda, ada band Crossfire. Fajrina Melani Iswari, atau yang akrab di sapa Ina, penggebuk drum band ini menceritakan, mulanya Crossfire dibentuk sekadar iseng. Bersama sahabatnya Titu Asmarani, Alvian, Rio, dan Feri berkumpul di studio musik, memainkan lagu Burgerkill, sebuah band metal core asal Bandung, Jawa Barat.

Crossfire
Menemukan kesenangan tersendiri ketika membawakan lagu-lagu metal, mereka sepakat membentuk band. Sebelum bernama Crossfire, personel band ini sepakat menggunakan nama Beberkill. Nama ini merupakan plesetan dari nama Burgerkill, band yang sering mereka bawakan lagunya. Tak hanya membawakan lagu dari band metal lainnya, mereka mulai membuat menciptakan karya sendiri. Alvian, sang vokalis, menuangkan sebagian kisah pribadinya dalam sebuah lagu yang mereka garap bersama. Untuk membuktikan eksistensi, mereka mulai manggung di banyak festival beraroma metal.

“Pertama kali manggung, kami mengikuti festival di Bontang. Karena terdengar sedikit lucu, nama band kami diganti oleh panitia menjadi Bieberkill. Namun setelah manggung di sana, kami berpikir untuk mengubah nama band ini. Saat menonton televisi, saya melihat tulisan Crossfire. Saya rasa nama ini keren, lalu saya ajukan ke teman-teman dan mereka setuju,” kata Ina. Beragam kisah suka maupun duka telah mereka lewati bersama. Ina bercerita, pertama kali manggung di festival, band ini hanya ditonton kurang lebih 10 orang saja.

Perempuan kelahiran Samarinda, 23 Mei 1992 ini mengatakan, saat itu bandnya diberi kesempatan bermain pada akhir acara sehingga jumlah penontonnya sangat sedikit. Pergantian personel pun telah dialami oleh band ini. Bila sebelumnya Rio dan Feri berada di posisi gitaris, tempat tersebut digantikan oleh Putra Hadiwijaya dan Achmad Jaya. Jika sebelumnya hanya bermain di festival berskala lokal, Ina mengatakan, pada 2012 lalu mereka berkesempatan tampil di panggung festival nasional, Kukar Rock’in Fest. Jaya menceritakan pada saat terpilih menjadi salah satu band pembuka dalam acara tersebut mereka gembira bukan kepalang.

"Kami merasa selayaknya artis besar. Ratusan penonton melihat pertunjukan kami. Ikut menyanyikan lagu-lagu ciptaan kami. Bangga sekali rasanya," ucap Jaya. Putra menambahkan, pengalaman saat manggung di festival yang sama ketika menjadi pembuka band cadas Halloween adalah momen tak terlupakan. Putra mengatakan, meski harus main di tengah cuaca terik dengan panggung terbuka mereka tetap memberikan yang terbaik. Pengalaman berkesan lainnya hadir saat mereka menunjukkan kebolehan mereka di Urban Fest, Sanggata.

Kembali Ina menceritakan, saat itu ada satu keluarga yang menjadi penggemar setia Crossfire. Awalnya di sebuah situs jejaring sosial dia dihubungi oleh salah seorang metalhead (penggemar band metal) yang menyukai Crossfire. Ina menceritakan, orang tersebut memintanya bersama personel lainnya untuk bermain ke studio band.

Setelah sampai di studio milik penggemarnya, ternyata mereka mendapat sambutan baik. "Ternyata ayah, ibu, serta kakak dan adiknya juga menyukai band kami. Senang rasanya kami diperlakukan dengan baik. Setelah bermain musik di studio mereka, kami foto bersama dan mereka meminta tanda tangan kami seperti saat bertemu artis besar saja," ucapnya kemudian tersenyum.

Meski tren musik saat ini banyak mengarah pada aliran K-Pop, boyband/girlband serta band-band lain bergenre musik pop melayu. Mereka tetap berpegang teguh pada idealismenya memainkan musik metal.
Jaya mengatakan, walau memilih musik metal, mereka tetap menghargai semua aliran musik lainnya. "Kami sadar semua punya kesenangan masing-masing. Untuk itu, kami menghargai dan menghormatinya. Kami berusaha untuk tidak menjelek-jelekkan satu sama lain. Bahkan kami ingin saling membantu agar semuanya bisa tetap eksis," kata pemuda kelahiran Samarinda, 16 Februari 1990 ini.

Kembali Ina menceritakan, bukan benefit yang mereka cari ketika memainkan musik keras ini melainkan sebuah kepuasan. Dia pun berharap musik metal dapat diterima banyak orang. Bungsu dari tiga bersaudara ini mengatakan sebenarnya bila dinikmati dengan baik, pendengar masih dapat menemukan kelembutan di balik kerasnya musik metal.

Ditanya soal impian, mereka kompak menjawab ingin membawa band ini agar dapat dikenal baik lingkup nasional maupun internasional. Dalam waktu dekat mereka pun akan merilis sebuah album yang berisikan delapan lagu karya terbaik mereka.


http://www.kaltimpost.co.id/

0 komentar:

Post a Comment